Akhir Cerita Cinta Seorang Terotis ( Teror Puitis )
Mentari tersapu dekati embun ini
Kokok ayam giat bernyanyi
Saut menyaut dendangkan lagu pengusik mimpi
Bungkus sgala dingin dengan berlari
Bantal selimut beranjak kemasi
Jauh hilangkan malas pergi
Raih tangan angan panjang hari
Smoga ini berakhir pasti
Selamet pagi………
Pesan kata dibacanya perlahan – lahan. Saat itu menunjukkan 05.00 wib. Dia terbangun oleh suara handphonenya yang berbunyi untuk menandai ada pesan masuk.
“ Aaah…siapa ? Pagi – pagi sudah ngganggu “ cetus Dewi. Kemudian tangannya langsung memegang handphone untuk membaca sms. Dewi sejenak terdiam menatap handphone, matanya yang indah membaca bait demi bait pesan tersebut.
”Eeehmm…pagi-pagi sudah puitis, tapi bagus juga” gumam Dewi. Setelah selesai membaca kemudian dia bergegas menuju kamar mandi. Pada hari itu, dia ada kuliah pagi yang dosennya minta ampun galaknya. Beberapa menit kemudian dia keluar dari kamar mandi, bergegas merapikan diri dalam benaknya terbayang wajah dosen yang ia takuti.
” Aduh….ini nomor orang itu lagi” tanya Dewi, karena dering handphonenya bersautan berbunyi.
”Ah Cuma miscall saja” cetus Dewi.
Braaaak….pintu kamar sebuah kost ditutup kemudiaan dikunci oleh Dewi. Dia berjalan menyusuri jalan setapak yang masih sepi untuk menuju Kampusnya, jarak antara kos dan kampusnya hanya 250 meter. Setelah beberapa menit dia sampai di kampusnya, teng..klong..dering handphone mengagetkannya.
Berjalan menapaki dingin pagi diantara langkah sempit
Kanan kiri arah belok pelataran kamar kontrakan
Satu persatu berjajar berhempit
Langkahmu terhitung beberapa waktu dalam menit
Kampus sepi hening terdengar dosen sakit
Teman jauh bermimpi tinggal jari digigit
Sial…sial..nasib hari ini pahit
Dia membaca sms yang baru masuk sambil berjalan menaiki tangga menuju kelas, pengirimnya masih yang tadi pagi.
”Ah…ini sebenarnya siapa?” gumam Dewi dengan nada kesal.
Ia lalu menaruh handphonenya didalam tas buku, untuk melanjutkan perjalanan menuju kelas. Setelah sampai terlihat kelas sepi, hening tak berpenghuni.
”Anak-anak mana? Ini sudah pukul 08.00wib, tapi tidak ada yang datang” cetus Dewi.
Tangannya cekatan mengambil handphonenya, kemudian menelpon teman-temannya.
”Halo…Santi” sapa Dewi
”Iya wi, tumben telepon.ada apa? Timpal Santi
”Apa jam ini tidak ada kuliah” tambah Dewi
”Kamu tidak tahu apa? Pak Erwin, dosennya yang dikenal galak itu kemaren masuk rumah sakit karena penyakit darah tingginya kambuh” jelas Santi
”Ooohh…,aku kemaren pulang kampung. Jadi tidak tahu” tambah Dewi.Kemudiaan Dewi melamun sebentar sambil mengingat sesuatu.
”Ah…jangan-jangan benar isi sms tadi’ tanya Dewi dalam hati.
”Dewi..dewi…tidur apa?” Tanya Santi
“Aaah ngga..Oh iya kamu hari ini kekampuskan?” timpal Dewi
”Ya iyalah…ntar siang ada kelas. Makanya jangan pacaran saja jadi kelupaan kuliahnya” ledek Santi.
Dewi menutup teleponnya dan mengecek biaya panggilan terakhir, sisa pulsanya. Dia melihat jam masih menunjukkan 08.30wib.
”Menunggu Sampai jam 10.30wib, berarti menunggu sampai sekitar 2 jam.malas banget” keluhnya
Kesal sendiri terbungkus sepi
Sudut ruang rela menemani
Bosan masih menghantui tak ingin pergi
Teman-teman jauh tak menghampiri
Mereka mungkin masih bermimpi
Datang kesini jelang kelas nanti
Yang lamanya masih 2 jam lagi.
”Iiiih…orang ini lagi, siapa dia? Dia tahu segalanya” timpal Dewi
Kemudian dia menelpon nomor tersebut tapi nada tut..tut..tut..balasannya. Dia duduk diatas bangku yang berada didepan kelas kuliah nanti, teleponnya dimainkan sambil membaca sms orang tersebut.
”Sudah berkali-kali ditelepon tidak diangkat, sial..sial…siapa ya?”
Teleponnya berdering keras menandai telepon masuk, lalu Dewi mengangkatnya.
”Selamet Pagi, Nona cantik?” sapa pengirim misterius
”Iya…Siapa ini!”bentak Dewi
”Iiih marah nich, jangan marah dong..ntar jelek” ledek orang tersebut
”Jujur Saja…kamu ini siapa” Kesal Dewi
Tut…tut…tut…Dewi menutup pembicaraan dengan orang tersebut. Wajahnya tampak menahan amarah dan rasa penasaran, sambil mengingat suara laki-laki tersebut dengan suara teman laki-lakinya.
Cantikmu nan pesona jangan kerutkan amarah
Suara merdumu membayang kalbu
Apalah arti sebuah nama
Bila hadirmu tlah berdua
Mungkin terlambat nyatakan rasa yang mengusik gelisah jiwa
Bayang senyum sejuk kenangan tercipta
Saat lelah hari-hari bertabur warna
Setia menemani tiap asa dalam detik masa
Inilah yang kuteguh walaupun tak merasa
Telah jauh dalam mimpi kini kau tlah ada yang punya
Pengikat jiwa terukir dalam lingkaran suci
Apakah kurela menunggumu janda yang tak berdua
”Iiiih…orang gila, tapi dia tahu semuanya” gumam Dewi setelah membaca sms orang tersebut. Kalo teman-temanku datang aku ingin menanyakan nomor telepon ini.
”Tapi kalau diperhatikan, sms ini adalah anak kampus ini” bengong Dewi
”Hai Dewi?,bengong saja” sapa Lyla.Sambil menepuk bahu Dewi yang terdiam duduk diatas bangku.
”Hai juga” balas Dewi lirih
”Ada apa ini, tumben melamun.Melamun kang masnya ya?” cetus Santi
”Aaah ngga…”Dewi enteng membalasnya, dia masih membanyangkan suara orang tersebut.
Maafkan terucap selama jadi misteri
Jauh hati ragu membisu sebut diri
Inginku bukan untuk hantu takuti
Tapi biarlah selama sembunyi disisi
Yang ku ingin rela menemani cerita
Walaupun kau tlah berdua
Ingatku raut wajahmu dulu berseri
Dalam sapa langkah pijak bumi
Tapi kini sinar paras redup pasi
Tampak terlihat setumpuk beban menghatui
Jadikan dirimu ceria kembali
”Ce ileh…lagi smsan ya? Jadi melamun terus” timpal Ayu.
”Ayo La..kita masuk kelas dulu, biar Dewi disini saja” ajak Santi
”Eeehh..jangan pergi dulu?” balas Dewi sambil menarik tangan Santi dan Ayu.
”Ada apa …kita tidak mau menganggumu” Lyla keheranan.
”Sebentar dulu” pinta Dewi pada teman-temannya.
”Tapi Pak dosen sudah datang, kamu mau kuliah apa tidak” ajak Santi, Ayu, dan Lyla.
”Bahas itunya sehabis kuliah saja” balas Lyla
”Ya..itu lihat kumis Pak dosen kita yang lebat yang buat kita tak u..u..u” ledek Santi
Mereka tersenyum mendengar kata-kata Santi dan bergegas menuju ruang kelas. Mereka mencari tempat duduk yang enak buat kuliah.Tidak beberapa saat Pak Ahmad masuk kedalam kelas, dia sambil membawa tas besar yang berisi buku-buku materi kuliah siang ini.Didalam kelas tampak Dewi yang asyik bengong sehingga kata-kata Pak Ahkmad tak mampu menembus dunia yang Dewi alami.
”Dewi bangun…ayo pulang ” ajak Lyla
”Pulang…??” timpal Dewi
”Ini…lihat” Dewi menunjukan kumpulan sms didalam handphonenya dari orang misterius tersebut. Lyla dan Santi membaca dengan teliti sesekali mereka tersenyum.
”So sweet…Aku mau dong dikirim seperti ini” cetus Lyla
“aku Juga” tambah Ayu dan Santi
”Ini buat kalian..”dengan nada Cetus balas Dewi.
”Iiih..sensi nich, ya maaf..Tapi masalahnya apa?” tanya Santi
”Kalian kenal nomor ini?pengirim pesan-pesan ini”.balas Dewi
Saat sahabat berkumpul ramainya minta ampun
Tiup cerita suka duka dalam ikatan
Tapi kini samar terlihat jauh ceria
Mungkin terpikir beban mereka
Ukir kecurigaan sanubari tanya
Kata-kata berbait tak ada nama
Sajaknya penuh arti pengganggu jiwa
Yang trus mengganggu ketenangan kata
”Ini lagi sms dari orang tersebut, dia terus menerorku lewat sms yang puitis. Kalian tahu apa tidak nomer ini” pinta Dewi sambil menunjukkan nomor tersebut.
”Tidak tahu, mungkin mas Agus yang ganti nomer” balas Lyla.
”Iya wi, dia ingin kasih kejutan sama kamu” timpal Santi, sedangkan Ayu hanya terdiam.
”Tidak mungkin…tidak mungkin..” balas Dewi dengan nada sewot
”Laah kok sewot…kenapa wi?” tambah Ayu
”Tahu apa tidak teman-teman, sudah 2 mingguan mas Agus sudah tidak menghubungi aku. Suara yang laki-laki tersebut bukan suaranya mas Agus” terang Dewi
”Oooh…kaya gitu ceritanya” timpal Lyla memelas.
”aku..kasih tahu apa tidaknya…” gumam Ayu dalam hatinya.
”Sudah yang sabar saja wi, kami siap membantu” tukas Santi
”Iya wi” tambah Lyla
”Sudahlah, ayo kita pulang dan cari makan siang” ajak Ayu
”Ayo” jawab mereka serentak.
Mereka berjalan menyusuri kampus tersebut, bergegas pulang dan mencari rumah makan. Namun bayang pertanyaan masih menghantui Dewi, dia kelihatan lunglai berjalan.
”Ah..maaf aku mau kekosannya saja…mau istrirahat” timpal Dewi
”Aku antar ya wi” mohon Santi
”Tidak usah” balas Dewi.
Mereka kemudiaan berpisah di tempat parkir kampus tersebut, Dewi pulang sendiri menuju ketempat kosnya, Santi dan Lyla berboncengan naik kendaraan roda dua untuk mencari rumah makan, sedangkan Ayu asyik bercakap-cakap dengan seorang pria.
Seperti biasa waktu telah berganti menuju hari yang esok. Suasana kampus mulai ramai, kegiatan kuliah berjalan seperti biasa.Tapi tidak seperti biasa seorang gadis yang sering berlari menyusuri tangga kampus itu mengejar waktu, karena takut terhadap dosennya. Pagi itu tidak tampak. Sesosok gadis berjalan sambil memegang handphonenya, sesekali berhenti dan bertanya pada mahasiswa yang ditemuinya. Dia adalah Ayu teman Dewi, yang sedang mencari temannya yang dari semalam handphonenya susah dihubungi.
”Kemana Dewi berada?” gumamnya lirih
Tiba-tiba datang suara penyapa yang mengagetkannya dari sudut ruang di kampus itu.
”Ayu…sudah ketemu Dewi apa belum?” sapa Santi dan Lyla.
”Belum..dari tadi aku sudah mencarinya dengan bertanya pada rekan-rekan mahasiswa kampus ini” jawab Ayu.
”Ooh..aku juga sudah capai bolak-balik keliling kampus ini”tungkas Lyla
”Mendingan kita istrirahat dulu sambil duduk disini” ajak Santi
Mereka bertiga menyandarkan keluh penatnya disebuah bangku kosong.Terdiam sambil menghela nafas dan mengusap tetes keringat mereka yang tampak bercucuran.
”Sebenarnya apa yang terjadi pada Dewi ya?” cetus Lyla
”Aku juga tidak tahu”jawab Santi
”Hi..Ayu.Gimana kabar Dewi?” tanya seorang cowo yang putih,tinggi,dan wajahnya lumayan ganteng menghampiri ketiga sahabat.
Santi dan Lyla hanya terbengong dan terpana melihat sesosok pemuda tersebut.
”Ini siapa” tanya Santi pada Ayu
”Oh ini..sebenarnya ini smua salah aku teman-teman. Cowo ini adalah mantan Dewi, dia pemuda satu desa sama Dewi. Dia juga kuliah disini, adik kelas kita. Namanya Mahmud Nurdin.” jelas Ayu
”Kenapa kamu merasa bersalah” lanjut Lyla
”Karena aku yang mengasih nomer telepon Dewi pada Nurdin.Dia yang kirim puisi dari kemaren.”tambah Ayu
”Oooh…begitu.Ya sudah, yang penting kita harus mencari kabar Dewi secepatnya.”timpal Santi
”Ok.Tapi boleh kenal tidak sama Nurdin”pinta Lyla
”Iiiih ganjen banget sich kamu?lihat yang meling sedikit pengin kenal” tambah Santi
”iya boleh..”jawab Nurdiin sambil menyodorkan tangan bertanda salam perkenalan.
”Sudah..sudah..yang penting kita harus mencari keberadaan Dewi secepatnya.Bila diantara kita ada yang dihubungi Dewi maka segera mungkin memberitahukan pada yang lain.”tungkas Ayu.
Setelah beberapa lama mereka mencari keberadaan Dewi hingga sekitar 2 minggu, tidak ada yang tahu kabarnya.Hingga Nurdiin rela pulang kampung untuk mencari tahu semoga Dewi ada dirumahnya,tapi ternyata Dewi tidak pulang. Disaat mereka telah patah semangat bahwa Dewi benar-benar telah pergi jauh.Tiba-tiba terdapat secerca harapan dalam mencari keberadaan Dewi. Pada suatu malam yang sepi, handphone Santi mendapat sebuah pesan yang isinya :
”Hidupku telah hancur,orang yang kusayangi tlah tega berhianat, semua telah kuberikan kasih sayang bahkan kehormatanku, jalanku tlah gelap, aku ingin akhir semuanya bersama buah kasihku,terima kasih teman dan maafkan segala khilafku….”
Kemudiaan dia menelponnya tapi nada balasnya ”nomer tersebut tidak aktif dan silakan tunggu beberapa saat lagi”. Berkali-kali dia mencobanya dan balasannya seperti itu juga.
Keesokan harinya di kampus Santi memeberitahukan pada Ayu, Lyla dan Nurdiin tentang hal itu.
Perasaan mereka menjadi khawatir terhadap keselamatan Dewi.
”Aduh…gimana dong…” celetuk Lyla
“Jangan bunuh diri Dewi.Kami sayang kamu” iba Santi
Ayu dan Nurdiin saling bertatapan, mata Nurdiin berkaca-kaca setelah membaca sms dari handphonenya Santi.Mereka sesekali menghelai nafas panjang untuk mengurangi beban.
”Sudah..tenang kita sebaiknya berpikir jernih. Kalian punya nomer tunangannya Dewi.” tanaya Nurdiin.
”Mas Agus.aku punya” jawab Lyla.
”Iya sudah kita hubungi mas Agus dan tanya keberadaan Dewi” pinta Nurdin
Santi mencari nomer telepon mas Agus dibantu Ayu dan Lyla, sedangkan Nurdin hanya mondar-mandir didepan mereka.
”Halo..,ini siapa?” tanya suara cewe dari nomer mas Agus.
”Mas Agusnya ada mba? Balas Santi
”Ada.Sebentar ya….mas ada telepon” terdengar lirih dari handphonenya Santi
”Iya.halo..”jawab Agus
”Mas agus..Dewi dimana?” Tanya Lyla
”Dewi.Sudah pulang.jangan Sebut nama itu” jawab Agus sambil menutup teleponnya.
Tut..tut…tut…nada pemutus panggilan terdengar dari handphonenya Santi.
”Berarti Dewi sudah ke Jakarta, dia masih disana” cetus Nurdiin
”Benar…tapi kita tidak tahu Jakartanya.Gimana ya..” tanya Ayu
”Coba telepon Agus lagi”pinta Nurdin
Tulalit..tulalit…”iiih sebel…tega banget Agus, tak punya perasaan” tambah Lyla.
”Ya sudah. Nanti aku susul ke Jakarta.kalian harus saling memberitahu bila pada suatu saat Dewi menghubungi lewat telepon.” timpal Nurdiin
”iya benar…udah ati-ati ya?” tambah Ayu
Nurdin bergegas meninggalkan Ayu, Santi dan Lyla. Dia berjalan terburu-buru menyusuri anak tangga kampusnya. Dia terus berjalan tanpa menghiraukan sapaan rekan-rekan mahasiswa yang dijumpainya. Pikirannya tertuju pada Dewi dan bagaimana caranya untuk segera berada di Jakarta. Tidak terasa akirnya dia sampai dikamar kostnya, lalu dia bergegas menyiapkan keperluan apa saja yang dibutuhkan. Dia berpikir sejenak, lalu dia memutuskan pergi ke Jakarta menggunakan perjalanan Kereta Api. Karena dengan kereta api hanya butuh sekitar 2 jam perjalanan.
Nurdin mengambil handphonenya untuk menghubungi Ayu, dia minta diantar ke stasiun Kereta.
”Halo Ayu, aku minta tolong dong. Antar aku ke stasiun” pinta Nurdin
”ya boleh.Tapi kamu tunggu di jalan raya depan kost kamu ya? Balas Ayu.
”ya.Thank’s. timpal Nurdin sambil menutup pembicaraan.
”Brak…pintu kamar dikunci dari luar, dia berjalan menuju jalan raya untuk menanti jemputan dari Ayu.
Tak berapa lama Ayu datang dengan motornya dan berhenti didepan Nurdin, dia sudah membawa dua helm.
”Ayo.Kamu depan” cetus Ayu
”Ayo.Lewat jalur GOR ya” tambah Nurdin
Ayu dan Nurdin naik kendaraan melewati jalan raya yang melalui GOR, karena melalui jalur tesebut hanya butuh beberapa menit. Akhirnya tidak terasa mereka sampai di stasiun kereta. Nurdin, turun dan langsung menuju loket tiket untuk memesan tujuan ke Jakarta. Kebetulan kereta yang menuju Jakarta akan segera berangkat dan Nurdin segera berpamitan pada Ayu.
”Kamu hati-hati ya din. Bila Dewi menghubungiku maka aku akan segera mengabari kamu ”cetus Ayu.
”ya.makasih banget.Jangan kasih tahu Ayu dulu, bila aku yang mengirimi dia puisi sampaikan juga pada yang lainnya”pinta Nurdin.
Lalu Nurdin berjalan menuju kereta api yang akan segera berangkat. Dia masuk kereta yang sedikit penuh, dan mencari tempat dudk yang nomernya tertera pada tiketnya.
”itu dia tempat duduknya” lirih Nurdin
Akhirnya dia merebahkan tubuhnya dan menaruh tasnya diatas kursi. Padangannya menerawang jauh diantara kaca-kaca, kursi-kursi yang masih kosong.Telingannya terhibur derai mesin kereta api. Angin sepoi yang membelainya membuat dia menutup mata secara perlahan-lahan untuk menghapus kelelahan hari ini. Sesampai di stasiun yang pertama hingga yang berikutnya, terlihat Nurdin masih pulas dengan mimpinya.
”Geser Mas” tiba-tiba suara itu membangunkannya, dia terkejut matanya mulai terbuka berlahan diikuti gerakan pantatnya untuk berbagi tempat dengan seorang pemuda yang berkulit gelap dan besar.
”Maaf ya mas” tanya orang itu
”Ah.. ga pa-pa” timpal Nurdin. Sambil memperhatikan orang tersebut.
”Aku Joni” jawab orang itu memperkenalkan diri
”Oh..aku Nurdi” jawab Nurdin
”Kalau diperhatikan mas lagi punya masalah yang berat”tanya Joni
”Ah..ngga. Cuma kecapaian aja.sela Nurdin.
”Jujur saja mas. Masalah wanita ya. Maaf mas aku pingin tahu saja masalah orang” balas Joni.Dia kemudiaan merebahkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya.
Nurdin hanya terbengong sendiri, sesekali mengela nafas panjang dan membuang padangan diantara kaca gerbong kereta api. Tubuhnya digeser-geser untuk mencari posisi yang pas buat tidur, sudah beberapa lama mencoba tapi matanya tidak mau memejam.
”Mas. Kenapa gelisah banget” tanya Joni
”Ah…ngga lah..O ya mas Jakarta sich luas apa ngga?”tanya Joni
”Haaa…jadi kamu belum pernah ke Jakarta”celetuk Joni
”ya mas…baru kali ini” timpal Nurdin
”Kamu ke Jakarta mau apa” tambah Joni
”Aku mau cari teman. tapi tidak tahu dia di jakarta mana? tahunya di Jakarta” timpal Nurdin.
”Pacar mas apa?apa saudara”tambah Joni
”Sebenarnya dia adalah mantan pacar. Dia sekarang lagi punya masalah dengan tunanganya dan aku ingin membantunya” jelas Nurdin
”Dia hamil apa?”tandas Joni
”Mungkin”balas Nurdin
”Kalau aku jadi mas, mbok ya cari yang lain. Mas sudah ganteng, pasti banyak yang antri.Ngapain repot-repot cari cewe yang sudah jadi mantan pacar”tambah Joni
Nurdin tertunduk mendengar perkataan tersebut. Dalam jiwa berkecamuk memikirkan kata-kata Joni.Tapi dalam hatinya dia masing sayang terhadap Dewi dan mau menerima apapun keadaan Dewi nanti.
”Mas aku dulu ya dan maaf kata-kataku tadi” timpal Joni sambil bergegas keluar dari gerbong kereta, tepatnya di stasiun Kereta Api Senen. Meninggalkan Nurdin yang masih malas untuk beranjak. Dia memikirkan langkahnya mau kemana, arah mana dan Jakarta mana. Perlahan dia keluar dari gerbong kereta, distasiun tampak orang-orang berlalu lalang. Nurdin kemudian mencari tempat duduk sambil memutuskan langkah kakinya mau pergi kemana.
”tiit..tiit…tiit…handphonenya berbunyi, memberi tahu adanya pesan masuk.
”Din.ini nomer Dewi yang baru dan dia berada di Jakarta Barat” pesan dari Ayu
Kemudiaan dia menyimpan nomer tersebut dan bergegas mencari angkutan yang menuju Jakarta Barat. Dalam angkutan dia beberapa kali memainkan handphonenya untuk mengirim pesan pada Dewi.
Hidup adalah anugrah terindah dalam dunia
Helai nafas seharusnya kita syukuri dengan taqwa
Ujian dan cobaan saling berganti tuk dewasa
Ada sedih, suka bahkan gelap jiwa
Ingatlah akan besar dosa
Bila kita hadapi dengan putus asa
Jangan merasa hina dan nestapa
Biar Tuhan yang menilai segalanya
Dirimu adalah jiwa yang terluka
Lihatlah sekeliling raga
Banyak sahabat yang sedih terluka
Termasuk diriku yang terpana
Hapuslah bayang hati yang akhiri saja
Rasakan kasih sayang kasat mata
Dari jiwa yang berteman rasa
Kemudiaan dering handphone mengagetkan Dewi yang terbengong, tampangnya sudah kucel. Matanya mondar-mandir membaca tulisan sms tersebut.
”Ah..orang ini lagi” gumam Dewi.
Tet..tit..tit…sms masuk ke teleponnya Nurdin dan dia langsung membacanya.
”tahu apa kamu..aku sudah hina dan ingin akhiri segalanya di kebun Jeruk ini”.
”Pak cepat-cepat, kekebun yang banyak jeruknya ya?” perintah Nurdin pada sopir angkut
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Nurdin, seketika penumpang yang lain tertawa, kenet dan supirnya juga ikut tertawa.
”Kebun jeruk, mas. Bukan kebun yang Banyak jeruknya. Ini sudah di kebun Jeruk” jawab Sopir itu.
”Stop pak” pinta Nurdin, dia membayar ongkos angkut dan bergegas keluar dari angkot untuk mencari Dewi.
Setelah lelah berjalan mengelilingi kebun jeruk hingga hari hampir petang, kabar Dewi tak kunjung datang. Lalu dia beristrirahat di sebuah warung minuman, dia memesan minuman untuk menghilangkan sejenak rasa lelahnya. Teleponnya dilihatnya berkali-kali berharap ada secerca harapan.
”Berapa bu?” tanya Nurdin pada pemilik Warung
”10.000 rupiah” jawab pemilik warung
”Astaghfirulah…” Nurdin terkejut sambil meraba-raba saku, tasnya, untuk mencari dompetnya.
”Maaf bu, aku kecopetan” sela Nurdin
”Pokoknya harus bayar mas. Di Jakarta tidak ada yang gratis.” pinta pemilik warung
”Ya..bu..bayar pake baju ini ya bu” tambah Nurdin
”Ya boleh” jawab pemilik warung
Nurdin kemudian memberikan baju dan tasnya sebagai alat pembayaran. Dia berjalan meninggalkan warung tersebut dan dari kejauhan samar terdengar omelan pemilik warung” gembel aja belagu”. Nurdin merasa sakit dan putus asa. Ditangannya hanya ada teleponnya yang masih berharga, tapi ini satu-satunya sarana komunikasi dengan tema-teman dan Dewi. Langkah kakinya terus menyusuri jalan-jalan kebun jeruk yang mulai gelap hingga perutnya mulai keroncongan.
”Aduh…lapar banget dan juga ntar mau tidur dimana” gumam Nurdin sedikit putus asa.
Dia kemudian melintas sebuah konter handphone, batinnya berkecamuk dalam pilihan yang sulit antara kelaparan, tak kenal arah dan Dewi. Dia terus berjalan mengelilingi Jakarta Barat dalam malam yang dingin hingga fajar mulai terbit. Langkahnya mulai susah digerakan karena energinya telah habis dan dia memutuskan untuk beristirahat di dekat jembatan penyeberangan. Dicek pulsa telepon, ternyata hanya tinggal buat satu sms.
”Aduh…mati aku” keluh Nurdin.
Disaat Nurdin yang berkecamuk dengan hal-hal yang menyiutkan semangatnya, tiba-tiba dia terpana oleh suara orang yang sambil berlari-lari” Garukan…garukan..ayo kabur”. Tapi Nurdin belum sempat berlari, tangannya sudah dipegang oleh orang-orang yang berbaju kecoklatan.
”Ayo…masuk mobil” perintah aparat
Dilihatnya puluhan aparat satpol PP dan sebuah mobil truk disamping dirinya.
”Pak. Aku bukan gembel” kilah Nurdin
”ya mana KTP kamu? Tanya aparat
”ngga ada. Kecopetan” kilah Nurdin lagi
”Sudah lagu lama. Sana masuk mobil” perintah aparat tegas
Pasrah Nurdin menerima kenyataan ini, dalam hatinya berkata ” maafkan aku…” dan berjalanan menuju kantor dinas sosial dia sambil menghibur diri dengan bayang-bayang puisi.
Asa jiwa tertutup dalam langkah mencari
Seribu upaya korban rintangan tak terelakan
Langkahku layu termakan ketidak pastian
Pijakannya lirih hingga tak berdaya
Maafkanlah bila hanya tak nyata
Cuma bayangan semangat jiwa
Kini arahku terhalang peraturan
Seragam coklat menyergap
Rela tulus kau pergi juga
Raga ini tlah tak berdaya
Semoga lain dunia berjumpa
Akhirnya sampai di dinas sosial, disana para gembel diturunkan satu persatu termasik Nurdin. Para aparat kemudian mendata mereka.
”Nama kamu siapa? Tanya aparat
”Nurdin pak” jawab Nurdin lemah
”Alamat” tambah aparat
”Purwokerto” timpal Nurtdin
”Keperluan apa di Jakarta” tanya aparat.
”Begini pak. Saya datang ke Jakarta mau mencari teman yang pergi ke Jakata tak pamit pada kelurganya. Dia juga lagi goncang jiwanya, karena diputus tunanganya” jelas Nurdin
”Ooh..begitu, lalu mana KTPmu” tambah aparat tersebut
”Aku kemaren kecopetan didalam angkutan dan sudah 3 hari ini belum makan” tambah Nurdin
”Ayo cepet….ayo cepet…suara rekan-rekan aparat itu sambil bergegas keluar gedung.
”ada apaan diluar” tanya aparat yang memeriksa Nurdin
”Itu lihat ada seorang wanita yang ingin bunuh diri dari atas tower” aparat yang lain menujukan pada rekannya.
”Ayo cepet cegah dia” ajak aparat yang memeriksa Nurdin
”Boleh aku lihat pak” pinta Nurdin
”ya boleh. Tapi ntar jangan pergi” aparat tersebut mengijikan Nurdin
Diatas sebuah tower salah satu produsen operator seluler yang tingginya 70m terlihat sesosok tubuh seorang wanita yang sedang bergelantungan langkahnya semakin tinggi untuk mengakhiri hidupnya. Dibawahnya orang-orang berkerumun, aparat kepolisian, aparat satpol PP, ambulan dan warga sekitar dan warga yang melintas tower tersebut berhenti sejenak untuk melihat fenomena langka. Nurdin keluar dari Dinas Sosial, matanya langsung mengarah pada sosok tersebut. Perlahan pandangannya mulai jelas dan perasaannya berkata yakin bahwa wanita tersebut adalah Dewi.
”turun…turun mba..jangan nekad…” hiru pikuk orang-orang menasehatinya.
Dewi…dewi….mendengar suara tersebut langkah wanita sejenak berhenti, matanya melihat kebawah setelah suara itu menghilang dia melanjutkan langkahnya.
Dewi…dewi…dengarkan…
Kini kau diatas puncak kegelapan
Angin berhembus dasyat menerjang pikiran
Manusia hanya bisa merasa
Baik buruknya biar Tuhan menilai
Kini aku dibawah puncak kegelapanmu
Rela jauh mencarimu ditempat keberadaan
Pergi membawa murninya cinta
Lihatlah tawa harapan sahabat lama
Pupuskanlah kesal amarah jiwa
Buka mata peluk jiwa yang menunggu rela
Lihatlah seksama raga sejuk cahaya
Turunlah pancarkan ketenangan
Dibawah ini jiwa raga siap menerima
Bukan karena kasihan tapi cinta suci
Yang slalu hidup hingga mati
Itulah yang membedakan manusia insani
Turun…turun…hati ini kan bahagia
Pulang bersama cinta……
Mendengar kata- kata itu hati Dewi mulai luluh, dia berhenti di puncak.
”Kamu ini siapa….apa pedulinya sama aku” tanya Dewi
”Aku Nurdin… mantan kamu,teman satu kampung dan aku dengan terbuka akan menerima kamu kembali” balas Nurdin lantang
Tapi perlahan Dewi akan menjatuhkan diri dan mulai melepaskan satu pegangan. Dibawah orang-orang semakin berhamburan dan penuh keteganga, termasuk Nurdin.
Dengan sekita Nurdin mengajak orang-orang yang berada dibawah untuk mengikuti ucapannya.
Kini kau diatas puncak kegelapan
Angin berhembus dasyat menerjang pikiran
Manusia hanya bisa merasa
Baik buruknya biar Tuhan menilai
Kini aku dibawah puncak kegelapanmu
Rela jauh mencarimu ditempat keberadaan
Pergi membawa murninya cinta
Lihatlah tawa harapan sahabat lama
Pupuskanlah kesal amarah jiwa
Buka mata peluk jiwa yang menunggu rela
Lihatlah seksama raga sejuk cahaya
Turunlah pancarkan ketenangan
Dibawah ini jiwa raga siap menerima
Bukan karena kasihan tapi cinta suci
Yang slalu hidup hingga mati
Itulah yang membedakan manusia insani
Turun…turun…hati ini kan bahagia
Pulang bersama cinta……
Akhirnya setelah mendengar puisi yang dilantunkan dari bawah, Dewi akhirnya luluh dan berlahan turun dari tower. Sesampainya Dia langsung berpelukan dengan Nurdin, tepuk tangan dan sorakan mewarnai pelukan dua sejoli. Dan Nurdin menjelaskan bahwa yang yang sering mengirimi puisi itu adalah dirinya, dibantu oleh Ayu. Mereka akhirnya menjadi sepasang sejoli dan hidup bahagia.
>>SELESAI<<
……ZIGANIE……..